Kamis, 14 November 2013

Produktifitas Koperasi

Pengertian Produktivitas
Produktivitas dapat digambarkan dalam dua pengertian yaitu secara teknis danfinansial. Pengertian produktivitas secara teknis adalah pengefesiensian produksi terutamadalam pemakaian ilmu dan teknologi. Sedangkan pengertian produktivitas secara finansialadalah pengukuran produktivitas atas output dan input yang telah dikuantifikasi. Suatu perusahaan industri merupakan unit proses yang mengolah sumber daya (input) menjadi output dengan suatu transformasi tertentu. Dalam proses inilah terjadi penambahan nilai lebih jika dibandingkan sebelum proses

Produktivitas Koperasi :
      ·   Efisiensi penggunaan sumber-sumber organisasi
      ·   Ukuran sejauh mana koperasi menggunakan sumber daya dan dana untuk memperoleh pendapatan atau meraih benefit ekonomi dan social
      ·  Pertumbuhan yaitu adanya peningkatan kuantitas asset usaha, jasa, perolehan pendapatan dan lain-lain.

Pertumbuhan Koperasi
Pertumbuhan absolut, peningkatan aktual total asset, volume transaksi, modal sendiri, sisa hasil usaha (SHU) dan partisipasi anggota. Pertumbuhan relatif, pertumbuhan riil asset yang terjadi karena pertumbuhan aktual melampaui pertumbuhan yang disebabkan inflasi serta penerimaan sosial yang lebih tinggi.
Pertumbuhan yang perlu dipertimbangkan => Pertumbuhan minimum, biaya operasi meningkat setiap tahun paling tidak sebesar tingkat inflasi, atau pertumbuhan asset ekuivalen dengan pertumbuhan biaya operasi. Pertumbuhan berimbang, pertumbuhan yang merata antara pinjaman dan simpanan anggota.

Ketidakseimbangan pertumbuhan mengakibatkan :
Kekosongan likuiditas Peningkatan pinjaman Biaya tinggi dari modal (cost of capital) Penurunan benefit ekonomi dan social Penurunan dalam rasio modal sendiri Penurunan penerimaan social

Contoh :
Produktivitas Koperasi
      Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) di sebut produktif. Rumus perhitungan Produktivitas Perusahaan Koperasi
PPK = SHUk x 100 % (1) Modal koperasi
PPK = Laba bersih dr usaha dgn non anggota x 100% (2) Modal koperasi
a)      Setiap Rp.1,00 Modal koperasi menghasilkan SHU sebesar Rp…..
b)      Setiap Rp.1,00 modal koperasi menghasilkan laba bersih dari usaha dengan non anggota sebesar Rp….



Rabu, 13 November 2013

Efek – Efek Ekonomis Koperasi

Salah satu hubungan penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan paa anggotanya, yang kedudukannya sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Motivasi ekonomi anggota sebagai pemilik akan memepersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah diserahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalkan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang-jasa, menguntungkan tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual/pembeli di luar koperasi.
Pada dasarnya setiap anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi :
   1.       Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya
   2. Jika pelayanan itu ditawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan disbanding yang diperolehnya dari pihak – pihak lain diluar koperasi.


Modal Koperasi

A. Arti Modal Koperasi.
     Modal merupakan sejumlah dana yang akan digunakan untuk melaksanakan usaha -usaha Koperasi. Modal dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
     1. Modal jangka panjang.
     2. Modal jangka pendek.

     Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan azas-azas Koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan administrasi.

B. Sumber Modal.
Sumber modal koperasi diatur dalam undang-undang, yaitu UU No. 12/1967, dan UU No. 25 / 1992. Sumber-sumber tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Menurut UU No. 12/1967.
a) Simpanan Pokok, adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada Koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota Koperasi tersebut dan jumlahnya sama untuk semua anggota.
b) Simpanan Wajib, adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota yang membayarnya kepada Koperasi pada waktu-waktu tertentu.
c) Simpanan Sukarela, adalah simpanan anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan khusus.

2. Menurut UU No. 25 / 1992.
a) Modal sendiri (equity capital) , bersumber dari simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana
cadangan, dan donasi / hibah.
b) Modal pinjaman ( debt capital), bersumber dari anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah.

C. Distribusi Cadangan Koperasi.
     Pengertian dana cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
      Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan, sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60 % disisihkan untuk Cadangan.
Menurut UU No. 25/1992, SHU yang diusahakan oleh anggota dan yang diusahakan oleh bukan anggota, ditentukan 30 % dari SHU tersebut disisihkan untuk Cadangan.
Distribusi CADANGAN Koperasi antara lain dipergunakan untuk :
1. Memenuhi kewajiban tertentu.
2. Meningkatkan jumlah operating capital koperasi.
3. Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari.
4. Perluasan usaha.


Sumber :
ahim.staff.gunadarma.ac.id – BAB 8. Permodalan Koperasi.
http://www.google.co.id/url?



Senin, 11 November 2013

BENTUK KOPERASI


   1.      Sesuai PP No. 60/1959

Dalam PP No.60 tahun 1959 (pasal 13 bab IV) dikatakan bahwa bentuk kopeasi ialah tingkat-tingkat koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan, penggabungan dan perindukannya.
      Dari ketentuan tersebut,maka didapat 4 bentuk koperasi,yaitu:
      a. Primer
      Koperasi yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan. Biasanya terdapat di tiap desa ditumbuhkan koperasi primer.

      b. Pusat
      koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer di tiap daerah Tingkat II (Kabupaten) ditumbuhkan pusat koperasi.

      c.  Gabungan
      Koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat di tiap daerah Tingkat I (Propinsi) ditumbuhkan Gabungan Koperasi.

      d.   Induk
      koperasi yang minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi, di Ibu Kota ditumbuhkan Induk Koperasi.


     2.      Sesuai Wilayah Administrasi Pemerintah

Keberadaan dari koperasi-koperasi tersebut dijelaskan dalam pasal 18 dari PP 60/59, yang mengatakan bahwa:
      a.    Di tiap-tiap desa ditumbuhkan Koperasi Desa
      b.    Di tiap-tiap daerah Tingkat II ditumbuhkan Pusat Koperasi
      c.    Di tiap-tiap daerah Tingkat I ditumbuhkan Gabungan Koperasi
      d.    Di IbuKota ditumbuhkan Induk koperasi

Undang-undang No.12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok perkoperasian masih mengaitkan bentuk-bentuk koperasi itu dengan wilayah administrasi pemerintahan (pasal 16) tetapi tidak secara ekspresif mengatakan bahwa koperasi pusat harus berada di IbuKota Kabupaten dan Koperasi Gabungan harus berada ditingkat Propinsi.
Pasal 16 butir (1) Undang0undang No.12/1967 hanya mengatakan: daerah kerja koperasi Indonesia pada dasarnya, didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi.


   3.      Koperasi Primer dan Sekunder
Koperasi menurut UU No.25 tahun 1992 pasal 15 “Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.”
   
      - Koperasi Primer
           Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang. Koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 orang. Yang termasuk dalam koperasi primer adalah:
      a. Koperasi Karyawan
      b. Koperasi Pegawai Negeri
      c. KUD

      - Koperasi Sekunder
            Koperasi Sekunder merupakan koperasi yang anggota-anggotanya adalah organisasi koperasi. Koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi. Koperasi sekunder dibentuk sekurang-kurangnya 3 koperasi.


Senin, 04 November 2013

Penyimpangan Etika Profesi Akuntansi Saat Orde Baru



Kasus 1

 ICW Minta Sembilan Kantor Akuntan Publik Diusut Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan  Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan  dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank  yang pernah diauditnya antara tahun  1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,  mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang  melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak  melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga  akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara  bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.  Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang  diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu,  ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat  akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan  pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau  kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi  kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba  ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini  karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.“Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan  laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan  bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari  Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan  Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis  terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

Kasus 2


Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh para akuntan seperti skandal Enron, Worldcom dan Perusahaan Perusahaan Besar di AS. Wordcom terlibat  rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya  Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3.9 milyar antara Januari 2001  sampai Maret 2002. Hal ini merupakan rekayasa akuntansi. Kasus penipuan  ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap Korporasi AS dan  menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002.
Dalam kasus ini, Scott Aullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.

Kasus 3

Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan  Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan  laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. Menteri  Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah  membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua  tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan  pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan  dengan Laporan Audit atas Laporan
Keuangan Konsolidasi PT Great River  International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau  pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja  dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap  bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan  (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik  (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006  tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan  Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi  pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan  keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
            Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan  terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan  sebagai tersangka. “Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang  bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia  akan kita laporkan juga Kejaksaan,” ujar Fuad. Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan  keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan  adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek  konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV  itu.
            Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas  laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala  macam rekayasa dalam tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk  rekayasa itu,” katanya untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi  tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah  telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak  menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan  dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang  diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami  mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien,” kata Justinus.    
  Menurut Justinus, Great  River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan  bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan  ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar  negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan  baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model  pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi  perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang  diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan  adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan  sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001.  Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$ 150 Juta kepada  Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon.  Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk  membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada  rentang 2001-2003,” kata Justinus.
            Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah  melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat  anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka,  termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Kasus tersebut muncul  setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan,  piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River.  Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar  utang.
            Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian  laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan  dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River  kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.


Sumber: Hukum Online

Minggu, 03 November 2013

Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntansi (NPA)


A. Prinsip Akuntansi Indonesia
1. Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan
 Prinsip akuntansi merupakan himpunan prinsip, prosedur, metoda dan teknik Akuntansi yang mengatur penyusunan laporan keuangan. khususnya yang ditujukan kepada pihak luar, seperti pemegang saham, kreditur. dan pemerintah. Prinsip Akuntansi yang ada di Indonesia dkenal dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia (IAI) bagian komite PAI. Prinsip akuntansi ini penting sekali artinya sebagai pedoman sistem penyusunan laporan keuangan yang bermanfaat bagi dunia usaha, khususnya mereka yang berkepentingan dengan laporan keuangan.
Dengan adanya prinsip akuntansi, laporan keuangan yang disusun mempunyai kesatuan bahasa teknik akuntansi yang dapat dimengerti oleh para pemakainya, sehingga tujuan akuntansi keuangan untuk menyampaikan akuntansi kepada pihak luar mencapai sasaran secara tepat.
Penerapan prinsip akuntansi dalam menyusun laporan keuangan ini menghasilkan laporan keuangan yang layak, tepat, relevan dan dapat dipercaya. Tetapi angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan bukan sesuatu yang mutlak karena tergantung dari prinsip serta kebijaksanaan akuntansi yang dilaksanakan perusahaan yang bersangkutan. Bila kebijaksanaan akuntansi yang dianut berubah maka angka yang disajikan dalam laporan keuangan akan berbeda. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip akuntansi bersifat longgar. Apabila kita mengetahui sejak terbentuknya prinsip akuntansi yang merupakan suatu persetujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan maka kelonggaran prinsip akuntansi menjadi hal yang wajar.

2. Periode Akuntansi yang perlu kita ketahui tentang sebagian prinsip akuntansi dalam kaitannya dengan akuntansi keuangan yang direncanakan dalam buku ini adalah periode akuntansi.
Suatu gambaran yang iengkap dan tepat mengenai kesuksesan suatu perusahaan hanya dapat diketahui pada saat perusahaan tersebut menghentikan usahanya atau mencairkan seluruh hartanya menjadi kas likuidasi. Tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan yang dianggap akan terus menjalankan usahanya dan tidak akan dibubarkan (going concern).
Oleh karena itu, aktivitas ekonomi perusahaan dipisah ke dalam periode-periode akuntansi dan dengan penyajian laporan keuangan secara periodik diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Prinsip ini banyak ditemui ketika menyusun laporan keuangan dilakukan.

3. Penetapan Beban dan Pendapatan (Matching Cost Against Revenue)
 Dalam menentukan laba periodik dan posisi keuangan, prinsip penetapan beban dan pendapatan ini akan banyak ditemui. penetapan laba periodik dan posisi keuangan dilakukan berdasarkan metode aktual, yaitu suatu metode yang mengaitkan pengukuran pendapatan (revenue) dan beban (expense) atau aktuva (assets), dan kewajiban (liability) serta perubahannya pada saat terjadi bukan sekedar pencatatan penerimaan dan pengeluaran uang


B. NORMA PEMERIKSAAN AKUNTANSI
Norma pemeriksaan akuntan (NPA). NPA yang diterima oleh umum dalam kaitannya dengan pemeriksaan akuntan terdiri atas tiga buah norma, yakni norma umum, norma pelaksanaan pemeriksaan, dan norma pelaporan.
  
  1.      Norma umum 1
Norma umum terdiri dari 3 norma:
1. Pemeriksaan harus dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang telah memiliki
    ketrampilan teknis yang cukup sena berkeahlian sebagai auditor.
2. Dalam segala suasana yang berkaitan dengan pemeriksaan, sikap mental yang independen
    hams senantiasa dipenahankan oleh auditor.
3. Auditor hams menggunakan kesungguhan dan ketrampilan profesionalnya dalam pelaksanaan pemeriksaan dan penyiapan laporan akuntan.
  
  2.      Norma pelaksanaan pemeriksaan
1. Pemeriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan asisten auditor, jika ada, hams
    memperoleh pengawasan yang memadai.
2. Pengetahuan yang cukup mengenai struktur pengendalian intern klien harus didapatkan untuk dipergunakan dalam perencanaan dan penentuan sifat, waktu, dan luas pengujian.
3. Bukti yang kompeten dan cukup untuk mendukung pendapat didapatkan dengan cara inspeksi, observasi, wawancara dan konfirmasi untuk digunakan sebagai dasar pemyataan pendapat atau laporan keuangan yang diperiksa.
  
  3.      Norma pelaporan
Nonna pelaporan terdiri atas 4 norma:
1. Laporan akuntan harus mengandung pemyataan apakah laporan keuangan disajikan menurut prinsip akuntansi yang lazim.
2. Laporan akuntan hams men gidentiñkasikan konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang lazim pada periode berjalan dibandingkan dengan periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan dianggap cukup kecuali dinyatakan lain dalam laporan akuntan.
4. Laporan akuntan hams menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, atau suatu penegasan bahwa pendapat tidak dapat diberikan .

Jika pendapat tidak diberikan, maka alasan-alasannya hams dinyatakan. Jika nama auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, maka laporan akuntan harus mengandung petunjuk mengenai batas- batas tanggungjawab yang dimiliki auditor tersebut.
Adanya norma-norma tersebut ditujukan untuk menjamin suatu kínerja auditor pada penugasan pemeriksaannya. Contoh pertama adalah adanya persyaratan mengenai kecakapan teknis sebagai auditor. Maksud persyaratan ini adalah bahwa auditor harus memiliki latar belakang pendidíkan akuntansi pada perguruan tinggi, memilikí pengalaman di bidang auditing, pengetahuan mengenai industri dimana klien beroperasi, mengikuti program pendidíkan berkesinambungan dan lain sebagainya.
Konsep independensí mungkin merupakan konsep yang paling penting di bidang pemeriksaan keuangan. Seorang auditor tidak hanya dituntut untuk bersikap independen (be independent), namun juga harus berpenampilan independen (appear to be independent). Acap kali akuntan publik memberikan jasa penyusunan laporan keuangan klien, atau yang lebih dikenal dengan istilah kompilasi. Pada bentuk penugasan ini, akuntan publik berperan sebagai penyusun laporan keuangan.
Fungsi penyusun laporan keuangan ini berbeda dengan fungsi akuntan publik sebagai penguji laporan keuangan. Akuntan publik tidak harus independen dalam menjalankan fungsi yang pertama, sedangkan untuk fungsi yang kedua akuntan publik hams senantiasa mempeiïahankan sikap mental independen.
Norma-¬norma tersebut diatas berkaìtan erat dengan konsep¬konsep dalam pemeríksaan
akuntan :
  1.      Norma umum berkaitan dengan konsep independensi, etika perilaku dan pelaksanaan pemeriksaan yang hati-hati.
  2.      Norma pelaksanaan berkaitan dengan konsep bukti
  3.      Norma pelaporan berkaitan dengan konsep penyajian yang wajar.

Norma pemeríksaan akuntan dalam perkembangannya mengalami banyak kritik, terutama
dalam 2 hal:
a. Norma-norma tidak cukup spesifik
b. Norma-nonna tidak dapat mengkover perkembangan yang terjadi dalam pelayanan akuntan.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, pada tahun 1986 dikeluarkan “Attestation Standars” yang merupakan pengembangan dari norma yang sebelumnya.


Sumber :