Kasus
1
ICW
Minta Sembilan Kantor Akuntan Publik Diusut Jakarta Indonesia Corruption Watch
(ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik,
yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya
antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki
kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan
BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36
bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan
standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak
sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang
diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya
oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R,
HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan
RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika
profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank
yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan
palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu
dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan
pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik
dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan
sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan
yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan
pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu
kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena
kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.“Kami mencurigai, kesembilan KAP
itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang
menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut
sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita
mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya
mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan
tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan
etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Kasus 2
Banyak
pelanggaran yang dilakukan oleh para akuntan seperti skandal Enron, Worldcom dan Perusahaan Perusahaan Besar di AS. Wordcom terlibat rekayasa
laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom
mengumumkan laba sebesar USD 3.9 milyar antara Januari 2001 sampai Maret
2002. Hal ini merupakan rekayasa akuntansi. Kasus penipuan ini telah
menenggelamkan kepercayaan investor terhadap Korporasi AS dan menyebabkan
harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002.
Dalam
kasus ini, Scott Aullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal
di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu,
para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa
saham.
Kasus 3
Bapepam
menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan
laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. Menteri Keuangan
(Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun.
Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran
terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan
Audit atas Laporan
Keuangan Konsolidasi PT Great
River International Tbk (Great River)
tahun 2003. Selama
izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan
pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review,
audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan
atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan
tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta
wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan
tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang
membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP
dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat
sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Menurut Fuad Rahmany, Ketua
Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan terhadap AP yang
memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam
penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. “Kita
sedang proses penyidikan terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang
nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita laporkan juga
Kejaksaan,” ujar Fuad. Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan
keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan
adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River.
Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV
itu.
Fuad juga menjelaskan tugas akuntan
adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan,
menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya.
“Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu,” katanya untuk
menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik
Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam
mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director
Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku
Great River, pihaknya tidak menemukan adanya penggelembungan account
penjualan atau penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode
pencatatan akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan
yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien,” kata
Justinus.
Menurut Justinus, Great
River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan
bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos
operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri,
nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku,
aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus
menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan
dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak
berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang
menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga
diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara
sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak
2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$ 150 Juta
kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok
utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank
Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar
untuk membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan
pada rentang 2001-2003,” kata Justinus.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian
laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember
2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Kasus tersebut muncul setelah adanya
temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan
indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga
ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami
kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan
Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan.
Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement
penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan
itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi
obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus
kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank
Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.
Sumber: Hukum Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar