Senin, 04 November 2013

Penyimpangan Etika Profesi Akuntansi Saat Orde Baru



Kasus 1

 ICW Minta Sembilan Kantor Akuntan Publik Diusut Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan  Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan  dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank  yang pernah diauditnya antara tahun  1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,  mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang  melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak  melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga  akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara  bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.  Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang  diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu,  ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat  akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan  pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau  kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi  kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba  ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini  karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.“Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan  laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan  bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari  Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan  Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis  terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

Kasus 2


Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh para akuntan seperti skandal Enron, Worldcom dan Perusahaan Perusahaan Besar di AS. Wordcom terlibat  rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya  Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3.9 milyar antara Januari 2001  sampai Maret 2002. Hal ini merupakan rekayasa akuntansi. Kasus penipuan  ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap Korporasi AS dan  menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002.
Dalam kasus ini, Scott Aullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.

Kasus 3

Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan  Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan  laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. Menteri  Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah  membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua  tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan  pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan  dengan Laporan Audit atas Laporan
Keuangan Konsolidasi PT Great River  International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau  pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja  dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap  bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan  (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik  (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006  tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan  Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi  pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan  keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
            Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan  terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan  sebagai tersangka. “Kita sedang proses penyidikan terhadap AP yang  bersangkutan. Kalau memang nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia  akan kita laporkan juga Kejaksaan,” ujar Fuad. Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan  keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan  adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek  konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV  itu.
            Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas  laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala  macam rekayasa dalam tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk  rekayasa itu,” katanya untuk menghindari sanksi pajak.Menanggapi  tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan Malonda & Rekan membantah  telah melakukan konspirasi dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda, Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak  menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan  dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang  diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami  mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien,” kata Justinus.    
  Menurut Justinus, Great  River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan  bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan  ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar  negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan  baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan. Justinus menyatakan model  pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi  perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang  diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan  adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan  sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja. Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001.  Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$ 150 Juta kepada  Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon.  Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk  membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada  rentang 2001-2003,” kata Justinus.
            Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah  melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat  anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka,  termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Kasus tersebut muncul  setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan,  piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River.  Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar  utang.
            Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian  laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan  dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River  kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar.


Sumber: Hukum Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar